Senin, 09 Februari 2009

SIAPKAN SISWA DARI SEKARANG MENGHADAPI UN



KEBIJAKAN pemerintah melaksanakan ujian nasional (UN) 2008 sebetulnya menuai protes dari berbagai pihak.

Apalagi dengan menambah porsi mata pelajaran yang diujikan untuk tingkat SLTP dan SLTA serta melaksanakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional untuk tingkat SD. Namun de-ngan alasan untuk mendapatkan standar pendidikan nasional, UN tetap dilaksanakan.
Karena ada penambahan beban mata uji dan beban nilai baik untuk siswa SMP, SMA maupun ujian untuk tingkat SD Berstandar Nasional, maka UN 2009 harus dipersiapkan sejak dini. Tentu saja, beban dan tanggung jawab siswa, orang tua, guru serta sekolah semakin berat.
Kalau sebelumnya, setiap menghadapi UN, para orang tua sudah disibukkan menambah les privat atau bimbingan belajar yang menjanjikan jaminan lulus, kini jauh lebih berat. Tentunya segala cara ditempuh agar putra-putrinya bisa lulus. Kata “lulus” menjadi target yang didambakan dan dibanggakan baik oleh siswa, orang tua maupun sekolah. Dalam kondisi seperti ini, wajar bila ada yang berani menjanjikan, bila tidak lulus uang kembali atau janji-janji lainnya.
Namun kegelisahan awal ini pada dasarnya bisa disiasati dengan berbagai pola. Pertama mulai dari diri siswa itu sendiri. Kemudian orang tua dan pihak sekolah yang berperan menghantarkan siswa ke jenjang keberhasilan.
Persoalannya, kondisi siswa saat ini, masih kurang menyadari pentingnya membaca, malas belajar, kurang bisa membagi waktu, dan masih banyak yang berkonsentrasi untuk kegiatan lain yang tidak mendukung ke arah berhasilnya UN yang akan datang. Padahal untuk lulus UN, siswa perlu dikondisikan sejak dini agar belajar efektif, memperbanyak waktu membaca, dan belajar tidak hanya sore hari, tetapi juga setiap ada kesempatan.
Kedua diperlukan peran serta orang tua untuk selalu memantau langkah-langkah belajar putra-putrinya. Apakah sudah benar-benar belajar dengan baik dan efektif atau belum. Sempatkan mendampinginya untuk memberikan motivasi. Apabila akan diarahkan ke kegi-atan les, pilihlah guru yang tidak hanya bisa mentransfer ilmunya, tetapi yang bisa memberikan motivasi serta bimbingan belajar yang berkualitas.
Sedangkan pihak sekolah, sudah harus mempersiapkan strategi awal untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan lulus UN. Langkah pertama yang perlu dilakukan, sekolah memberikan jam pelajaran tambahan pagi maupun siang. Tentunya, harus melibatkan guru mata pelajaran yang diujikan. Dengan memberikan mata pelajaran tambahan, hal ini akan mengurangi kesibukan maupun tugas rutin yang dikerjakan di rumah.
Memang dengan memberikan pelajaran tambahan, tidak menutup mata, guru akan mendapat tambahan honor. Namun pertanyaannya, apakah sesuai honor yang didapat dengan pengorbanan yang diberikan ? Tetapi perlu dicermati bahwa honor bukan menjadi satu-satunya tujuan, melainkan perasaan rela berkorban yang didasarkan tuntutan profesi dan keinginan yang besar untuk dapat meluluskan siswanya dalam UN tersebut.
Lalu jurus kedua dengan memberikan “Klinik Mata Pelajaran Ujian Nasional” kepada siswa-nya. Langkah ini bisa dilaksanakan di sela-sela jam pelajaran biasa atau jam istirahat atau setelah jam pelajaran berakhir. Jika tidak ada jam pelajaran tambahan siang hari, bisa juga dilaksanakan sore hari. Melihat jurus kedua ini, tentunya tidak ada waktu yang disia-siakan oleh siswa maupun guru.
Kemudian jurus ketiga yang ditempuh sekolah dalam menghadapi momok UN adalah sebagaimana kita de-ngar, yaitu memberikan try out sesering mungkin. Baik yang dilaksanakan secara intern sekolah, dari Dinas Pendidikan dalam hal ini melalui MGMP dan MKKS maupun memalui kerja sama dengan bimbingan belajar tertentu yang dianggap berkualitas. Hal ini, dengan tidak mengabaikan langkah-langkah drilling oleh guru di kelas. Inipun masih ditambah try out ke sekolah tertentu yang menyelenggarakan kegiatan serupa. Tentu saja hal ini selain membutuhkan kesiapan mental juga menambah pengeluaran orang tua, guna mencukupi biaya les, foto copy, uang saku tambahan dll.
Yang lebih hebat lagi, ada sekolah yang menggunakan mi-nggu-minggu tertentu menjelang ujian untuk “pelajaran khusus” mata pelajaran “UN”. Ini sebagai jurus keempat yang diisi dengan pengayaan materi pelajaran maupun latihan soal-soal ujian. Kembali lagi, guru mata pelajaran yang diujikan tetap disibukkan persiapan UN.
Kendati begitu, jurus-jurus itu baru secara lahiriah, belum batiniahnya. Secara batiniyah, berupa doa menjadi sangat penting. Misalnya doa bersama, setiap pagi hari menjelang ujian. Ada juga yang dilaksanakan malam hari dengan mendatangkan orang tua siswa, kiai atau tokoh ESQ untuk memberikan semangat dan kekuatan batin dalam menghadapi UN tersebut.
Langkah-langkah ini akan memberikan harapan untuk mengurangi kegelisahan yang sering terjadi menjelang UN. Tentunya, semua pihak memiliki peran yang tidak kecil.
Namun harapan siswa untuk bisa lulus, berpulang dari siswanya juga. Karena itu, seorang siswa harus mampu menyadari keberadaannya yang harus senantiasa belajar. Kemudian orang tua mendampinginya dan bersama-sama mencari jalan terbaik bagi keberhasilan anaknya.
Untuk mengatasi kegelisahan ini, mari kita melakukan persiapan sejak dini. Tidak perlu menunggu hingga dekatnya waktu UN. Semoga dengan persiapan awal, akan lebih matang dan UN tidak lagi menjadi momok.

Aturan Ujian Nasional 2009 Berubah



Pemerintah kembali mengubah aturan pelaksanaan Ujian Nasional tahun depan. Selain kenaikan batas minimal kelulusan siswa SMP hingga SMA dan sederajat, pengawasan dan pemeriksaan hasil ujian akan dilakukan oleh perguruan tinggi.

Menurut Koordinator Persiapan Soal Ujian Nasional di Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Dina Mardati, tiga peraturan Menteri Pendidikan Nasional telah disiapkan. “Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 82 tahun 2008 untuk ujian SD, nomor 77 tahun 2008 untuk Ujian Nasional SMA, dan nomor 78 untuk ujian SMP hingga SMK sederajat, “ katanya di Bandung, Senin (22/12).

Menurut Dina, sedikitnya ada tiga perubahan penting Ujian Nasional 2009 untuk tingkat SMP hingga SMA/ SMK sederajat. Yang pertama soal angka kelulusan. Untuk SMP, SMA, dan SMK, angka rata-rata minimal agar siswa dinyatakan lulus adalah 5,5 dari seluruh mata pelajaran Ujian Nasional. Siswa yang mendapat angka empat di dua mata pelajaran masih bisa lulus asal nilai rata-rata mata pelajaran lainnya berjumlah minimal 4,25. “Khusus untuk siswa SMK, nilai pelajaran kompetensi kejuruannya minimal harus berangka tujuh,” ujar Dina.

Sebelumnya, pada 2008, angka kelulusan siswa tersebut rata-rata 5,25. Syarat kelulusan tambahan yang baru, katanya, sekaligus menghapus aturan sebelumnya yang membingungkan. “Dulu kan ada dua opsi kelulusan, sekarang hanya satu,” katanya. Dua opsi itu diantaranya siswa bisa lulus jika ada angka empat di salah satu mata pelajaran namun nilai mata pelajaran lainnya minimal harus berangka enam.

Perubahan kedua menyangkut pengawasan ujian. Jika pada tahun sebelumnya hanya diserahkan ke pemerintah daerah, menurut Dina, pada 2009 pemerintah akan melibatkan perguruan tinggi untuk pengawasan. “Jadi lebih kredibel,” ujarnya. Penanggung jawab berada di tangan Gubernur dan Koordinator Perguruan Tinggi.

Pemerintah akan menunjuk sebuah perguruan tinggi negeri di tiap provinsi untuk menjadi koordinator pengawas ujian. Tenaga pengawas di lapangan sendiri, kata Dina, tetap dilakukan oleh para guru. Perubahan ini untuk merintis hasil ujian nasional yang akan datang sebagai syarat masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pemerintah juga mengubah tata cara pemeriksaan Lembar Jawaban Ujian Nasional. “Pemeriksanya nanti juga dari perguruan tinggi,” katanya. Namun dia mengelak upaya ini sebagai bentuk ketidakpuasan pemerintah terhadap pihak pemeriksa ujian sebelumnya.

Menjelang pelaksaan Ujian Nasional, katanya, Dinas Pendidikan telah mengeluarkan kisi-kisi kepada para guru. Soal ujian sendiri masih dibuat seluruhnya oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Sementara untuk siswa Sekolah Dasar dan madarasah setingkat, aturan ujian kelulusannya tidak ada perubahan. Pelaksanaan tetap dilakukan pemerintah daerah dan sekolah.

ANWAR SISWADI

SERTIFIKASI GURU LAYAK DIPERTANYAKAN



Sertifikasi guru… “ada apa” dibalik semua itu, “untuk apa” sebenarnya itu. Jawaban miringnya adalah untuk membuka lahan konspirasi baru di dunia pendidikan guna memper-daya-i guru yg selama ini sudah tak berdaya. Pertentangan kesempatan untuk mengikuti uji sertifikasi adalah masalah awal yg mesti diantisipasi karena sertifikasi ini tidak dilakukan secara serempak, tetepi bertahap. Lagi-lagi senioritas-lah yg akan dijadikan pertimbangan. Senioritas berdasar masa kerja tentunya.

Sertifikasi merupakan penentu tingkat penghasilan seorang guru, maka ia-pun akan rela diperdayai oleh oknum2 yg terlibat dalam kegiatan pen-sertifi-kasian demi naiknya penghasilan bulanan-nya, seperti hal lain yang saya tulis sebelumnya. Nah lhooo…

Saya tidak tahu manakah yg lebih dulu dijadikan pertimbangan dilakukannya program sertifikasi ini. Apakah demi peningkatan kualitas guru dengan penyaringan tingkat keprofesionalan guru, atau karena akan ditingkatnya gaji guru cuma tidak mau dikasihkan begitu saja jadi mesti dilakukan ujian sertifikasi. Kalau seperti yg terakhir itu, maka sertifikasi merupakan sarana “sedikit mempersulit” dalam peningkatan kesejahteraan guru sehingga tidak boros pengeluaran negara. Bagus juga sih.

Banyak pihak yg sekepstis dengan dilakukannya sertifikasi tingkat keprofesionalan guru. Apalagi kalo tidak masalah sogok-menyogok demi selembar sertifikat yg sakti yang mampu meningkatkan pendapatan guru. Oleh karena itu banyak hal yg semestinya dipersiapkan baik hal bersifat teknis dan non teknis, termasuk kesiapan penguji dari sisi moral. Sebab sulit untuk mendapatkan orang yang bener2 bisa dipercaya.

Maka kitapun mesti sudah siap akan kecewa terhadap pelaksanaan sertifikasi guru ini. Sebab sudah demikian parahnya kegiatan2 yg sering memperdayai guru. Yah pendidikan memang mahal dan perlu banyak pengorbanan, hehehe tapi berdasarkan jumlah anggaran di APBN kok sepertinya pendidikan kita terlihat murahan-nya. Itupun pasti bocor ditengah perjalanan untuk menuju kualitas yg diidam-idamkan.

MULAI JANUARI 2009 SD DAN SMP GRATIS

Mendiknas Bambang Sudibyo menegaskan per Januari tahun ini semua SD dan SMP Negeri maupun swasta harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah dari semua bentuk pungutan dengan alsan apapun ! , kecuali Rintisan Sekolah Berstandar Internasonal (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI).

"Hal itu seiring dengan kenaikan kesejahteraan guru Pegawai Negri Sipil (PNS) dan kenaikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dinaikan 2 kali lipat dari tahun sebelumnya ,maka sejak Januari 2009 semua sekolah negeri tingkat SD dan SMP harus gratis," Kata mendiknas.

Bambang mengatakan untuk biaya BOS termasuk BOS Buku per siswa/tahun mulai 2009 naik secara signifikan menjadi Rp400.000 di kota, sedangkan di SD Kabupaten Rp397.000. Bantuan Operasional Sekolah untuk SMP kota Rp575.000 dan SMP di kabupaten Rp570.000 sehingga secara nasional ada kenaikan naik 50% dari tahun sebelumnya.

Mendiknas meminta kepada Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan bagi siswa yang mampu. Pemda juga harus mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS tahun 2009 serta memberikan sanksi bagi yang melanggarnya.

Menurut dia, kewajiban Pemda lainnya adalah memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi. Kebijakan pemerintah merupakan pelaksanaan amanat UUD 45 dan tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dan pengawasannya secara nasional sedangkan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan pada satuan pendidikan di daerah masing-masing.

Kebijakan ini juga merupakan indikator penuntasan wajar sembilan tahun diukur dengan angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMP sederajat. Pada 2008, APK rata-rata mencapai 96.18% sehingga program wajib belajar (wajar) 9 tahun telah tuntas sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan pemerintah atau 7 tahun lebih awal dibanding komitmen internasional yang dideklarasikan di Dakar.

"BOS juga telah berperan dalam percepatan pencapaian wajar 9 tahun. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan BOS tidak hanya berperan mempertahankan APK tetapi juga berkontribusi dalam peningkatan transparansi mutu pendidikan dasar," tambahnya. (tw)

Diharapkan masyarakat yang mengetahui informasi ini, harap ikut mesosialisasikan ke masyarakat lain dan ikut mengontrol pelaksanaan kebijakan ini, sehingga tidak terjadi lagi masih adanya pungutan pembayaran dalam bentuk apapun di sekolah SD , SMP baik negeri maupun swasta seperti waktu waktu lalu.

Apabila masyarakat mengetahui adanya sekolah yang masih melakukan pungutan terhadap siswanya segera melaporkan sekolah tersebut ke pemda setempat